Fifteen civil society groups have called upon the authorities to put an end to book banning as the first step towards promoting diversity and respect in our society.
We, the undersigned, are alarmed at the increasing rate of hostilities levelled against certain publications, leading to either their outright banning and seizures, or even in some cases, hostility against and the arrest of their authors and publishers.
While there has been uproar against Irshad Manji’s ‘Allah, Kebebasan dan Cinta [Allah, Liberty and Love]’ recently, the trend started much earlier with the banning of works by Karen Armstrong, Salman Rushdie, Khalil Gibran, Irvine Welsh and Iris Chang, among others.
Even the works of local authors such as Faisal Tehrani and Kassim Ahmad and cartoonist Zunar have not been spared.
- Sign up for Aliran's free daily email updates or weekly newsletters or both
- Make a one-off donation to Persatuan Aliran Kesedaran Negara, CIMB a/c 8004240948
- Make a pledge or schedule an auto donation to Aliran every month or every quarter
- Become an Aliran member
It seems this banning frenzy led by the Home Ministry knows no limit. Zulkifli Noordin, Member of Parliament for Kulim-Bandar Baharu, also recently called for the ban of ‘Kahwin Campur antara Muslim dengan Non-Muslim [Mixed Marriages between Muslims and Non-Muslims]’ published by Institut Kajian Dasar.
Not only do such measures contradict the government’s supposedly moderate or wasatiyah stand on issues of diversity and tolerance, it stifles discourse and views required by any mature and developing democracy. In a healthy democracy, progress can be measured by space given to different views without fear of retribution.
It also provides a pretext for the wanton exercise of power under the guise of religious order, with not only the Home Ministry’s Publications Control and Quranic Text Division carrying out seizure of books but also the Federal Territories Islamic Affairs Department (Jawi) and the Selangor Islamic Affairs Department (Jais).
These measures blatantly favour only one or two interpretations or solutions to key issues affecting Malaysian life and society at the expense of others.
Book banning is a draconian measure that is not only ineffective but contrary to the spirit of dialogue and engagement that Malaysia desperately needs.
Malaysia as a nation of diverse identities, religions and cultures should embrace and welcome the complex interaction and exchange of ideas that is rapidly expanding in this era of globalisation. In that, the ethics of agreeing to disagree is crucial to ensure mutual respect for diverging ideas and dissenting views.
We call upon the authorities in Malaysia to put an end to book banning as the first step towards promoting diversity and respect in our society.
Kami, masyarakat madani seperti tertera di bawah bimbang dengan peningkatan tahap permusuhan yang dilancarkan terhadap beberapa syarikat penerbitan, yang membawa sama ada pengharaman mutlak dan perampasan, atau malah dalam beberapa kes, permusuhan dan penahanan ke atas penulis, penerbit dan penjualnya.
Sementara terdapat keributan terhadap karya Irshad Manji Allah, Kebebasan dan Cinta baru-baru ini, tren ini telah bermula lebih awal dengan pengharaman buku-buku Karen Armstrong, Salman Rushdie, Khalil Gibran, Irvine Welsh dan Iris Chang, antara lainnya.
Malah karya yang dihasilkan oleh penulis tempatan, seperti Faisal Tehrani dan Kassim Ahmad dan pelukis kartun Zunar tidak terlepas daripada menjadi sasaran. Nampaknya keghairahan aktiviti pengharaman yang digerakkan oleh Kementerian Dalam Negeri ini tidak mengenal batas. Zulkifli Noordin, ahli parlimen dari Kulim-Bandar Baharu, juga baru-baru ini menuntut supaya diharamkan buku Kahwin Campur antara Muslim dengan Non-Muslim yang diterbitkan oleh Institut Kajian Dasar.
Tidak hanya pendekatan ini bercanggah dengan prinsip kesederhanan wasatiyah yang dicanang oleh kerajaan terhadap isu kepelbagaian dan toleransi. Ia malah menghambat wacana dan pandangan yang diperlukan oleh mana-mana demokrasi yang matang dan membangun. Dalam demokrasi yang sihat, kemajuan dapat diukur dengan ruang yang diberikan kepada pendapat yang berbeza tanpa takut dikritik.
Ia juga menjadi alasan bagi taktik nakal penguasa yang berdalihkan perintah agama, dengan tidak hanya Bahagian Pengawalan Teks al-Qur’an Kementerian Dalam Negeri yang melakukan serbuan dan perampasan tetapi juga Jabatan Agama Islam Wilayah Persekutuan (Jawi) dan Jabatan Agama Islam Selangor (Jais).
Pendekatan ini jelas hanya mengambil satu atau dua interpretasi atau penyelesaian terhadap isu pokok yang membabitkan kehidupan masyarakat Malaysia dengan mengenepikan alternatif yang lain.
Pengharaman buku adalah langkah kejam yang tidak hanya tidak berkesan malah bertentangan dengan semangat dialog dan perundingan yang Malaysia sangat perlukan.
Malaysia sebagai sebuah bangsa yang mempunyai identiti, agama dan budaya yang rencam, harus mendakap dan meraikan interaksi yang kompleks dan pertukaran ide yang semakin rancak berkembang dalam era globalisasi ini. Dengan itu, etika bersetuju untuk tidak bersetuju sangat mustahak untuk diterap bagi memugar rasa hormat terhadap ide yang berlainan dan pandangan yang berbentur.
Kami dengan ini memuntut pihak penguasa di Malaysia untuk menghentikan pengharaman buku sebagai langkah pertama untuk meraikan nilai kepelbagaian dan saling hormat dalam masyarakat kita.
Endorsed by/Disokong oleh:
- Aliran
- All Women’s Action Society (AWAM)
- Centre for Independent Journalism (CIJ)
- Islamic Renaissance Front (IRF)
- Perak Women for Women Society (PWW)
- Persatuan Kesedaran Komuniti Selangor (Empower)
- Persatuan Masyarakat Selangor & Wilayah Persekutuan (Permas)
- Persatuan Sahabat Wanita Selangor
- Pusat KOMAS
- Saya Anak Bangsa Malaysia (SABM)
- Sisters in Islam (SIS)
- Suaram
- Tenaganita
- Women’s Aid Organisation (WAO)
- Women’s Centre for Change (WCC)
AGENDA RAKYAT - Lima perkara utama
- Tegakkan maruah serta kualiti kehidupan rakyat
- Galakkan pembangunan saksama, lestari serta tangani krisis alam sekitar
- Raikan kerencaman dan keterangkuman
- Selamatkan demokrasi dan angkatkan keluhuran undang-undang
- Lawan rasuah dan kronisme
Diakhir zaman akan terjadi pertarungan dahsyat antara orang yang ingin memurnikan agamanya,orang yang ingin berpegang teguh pada konsep kebenaran Ilahi yang baku-hakiki versus orang yang ingin mengkonsep agama mengikuti jalan pemikirannya sendiri, orang yang ingin agama diubah mengikuti sudut pandang manusia.mereka mencoba ‘mengawinkan’ agama dengan berbagai bentuk isme (kacamata sudut pandang manusia) seperti : liberalisme,humanisme,feminisme,sekularisme,dlsb. padahal itu seperti upaya menyatukan air dengan minyak.dalam kacamata agama itu adalah upaya mencampurkan antara yang hak dengan yang batil. Tetapi itulah salah satu ciri akhir zaman menjelang kehancuran alam semesta.saat ini kita harus menjernihkan hati dan fikiran,banyak mohon petunjuk pada Tuhan sebab pemikiran bebas-negatif kian merajalela bahkan yang menggunakan topeng agama dimana agama diperalat untuk mengekpresikan nafsu pemikiran bebas. Ibarat kita ingin membuat resep adonan masakan dengan rasa manis,seluruh bumbu apapun tentu boleh dimasukan kedalamnya,dan cara mengolahnyapun tentu bebas sesuai keahlian,tapi ingat : rasa manis itu tidak boleh hilang. Begitu pula semua ke riuh an perihal : ijtihad-rekonstruksi dlsb. tentu semua itu boleh dilakukan asal tujuan utamanya bersifat essensial : menegakkan kebenaran Ilahi,bila tujuan utamanya : menegakkan ‘kebenaran’ versi sang pemikir itu sudah keluar dari essensi.sebagai contoh : debat-ijtihad seputar… Read more »